Diduga Diserang Harimau, Bocah Perempuan 12 Tahun Tewas di Inhil Riau

Foto : Tim dari BKSDA Riau saat meninjau di lokasi / Dok : Humas BKSDA Riau

Siak, Petah.id - Konflik antara manusia dengan satwa liar kembali terjadi di Desa Teluk Kabung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, Ahad (30/10/2021) malam.

Dimana seorang bocah perempuan berusia 12 tahun berinisial MS diduga tewas diterkam binatang buas harimau.

Demikian dikatakan BKSDA Riau melalui Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Riau, disampaikan M Mahfud pihaknya mendapatkan informasi itu dari Kepala Unit PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (MSK).

"Korban merupakan anak salah satu pekerja di PT Usaha Berkat Fangarato (UBF), salah satu kontraktor penanaman di PT MSK," jelas Mahfud.

Dari hasil pengecekan tim di lokasi,  kata Mahfud, kejadian konflik merupakan lokasi sedang dilakukan aktivitas penanaman.

Kronologis penyerangan satwa liar tersebut  disebutkan saksi-saksi diperkirakan terjadi Ahad (31/10/2021) sekitar pukul 00.05 WIB.

Hal itu bermula saat ibu korban mendengar jeritan minta tolong MS yang sedang tidur bersamanya di dalam camp (pondok kerja).

Saat terbangun, ibu korban  melihat secara samar anaknya seperti diseret keluar dari pondok kerja. Sehingga, ibunya langsung keluar pondok namun tidak melihat anaknya karena saat itu suasana begitu gelap.

Selanjutnya, ibu korban masuk pondok dan mengambil senter. Kemudian, mencari keberadaan anaknya.

“Lebih kurang 60 meter dari camp, korban ditemukan ibunya dalam kondisi meninggal dunia dengan bekas luka cakaran dan gigitan di bagian kepala serta tengkuk korban,” jelas Mahfud.

Mendapati anaknya dalam kondisi tak bernyawa, ibu korban panik dan langsung meminta teman sesama pekerja di camp di sekitar lokasi.

“Menurut keterangan tim yang turun ke lapangan saat kejadian bapak korban tidak berada di camp karena sedang belanja keperluan untuk lokasi kerja,” jelas Mahfud.

Dibantu oleh pekerja lainnya langsung menghubungi keluarga korban yang berada di PT Bina Duta Laksana (BDL) dan menghubungi Sekuriti PT MSK.

Tiba sekitar pukul 01.05 WIB, pihak Sekuriti PT MSK langsung mengevakuasi korban dan dibawa ke Pos P3K dalam kondisi sudah meninggal.

“Membantu mengetahui penyebab kematian MS, dilakukan visum oleh pihak kepolisian dan medis dengan hasil diagnosis awal kematian disebabkan oleh Death on arrival ec. Gigitan binatang buas. Korban selanjutnya dibawa ke rumah duka dan dimakamkan,” ungkap Mahfud.

Dari informasi yang diperoleh, Mahfud mengatakan, pihaknya langsung memerintahkan Resort Balai Besar KSDA terdekat menyampaikan belasungkawa terhadap korban, bersama dengan pihak perusahaan serta bersama sama dengan pihak perusahaan dan TNI melakukan mitigasi konflik satwa.

"Jadi hasil investigasi di lokasi, tim menemukan bekas cakaran pada dinding pondok kerja yang terbuat dari plastik terpal dan jejak yang diduga adalah jejak satwa liar harimau Sumatra,” ujar Mahfud.

Tidak ingin terjadi konflik selanjutnya tim langsung memberikan sosialisasi dan imbauan terhadap karyawan dan masyarakat di sekitar lokasi agar tetap waspada.

"Jangan memasang jerat atau melakukan tindakan anarkis terhadap satwa liar yang dilindungi termasuk harimau sumatra," jelasnya.

Sedangkan, tindakan pihak perusahaan memutuskan untuk menghentikan aktifitas sementara dan memindahkan seluruh pekerja yang berada di TKP dan sekitarnya ke camp induk PT MSK.

“Tim dilapangan juga memasang camera trap di lokasi kejadian sebanyak 3 unit. Kemudian, 1 November 2021 Balai Besar KSDA Riau melaksanakan rapat bersama para pihak untuk merumuskan rencana tindaklanjut penanganan konflik,” kata Mahfud.

Kemudian, untuk rencana tindak lanjut, saat ini tim di lapangan sedang melakukan identifikasi terhadap individu satwa yang berkonflik dengan penambahan pemasangan camera trap sebanyak 10 unit yang mencakup wilayah konsesi dan sekitarnya.

Untuk mengetahui satwa yang menyerang MS, tim juga memasang umpan pada titik-titik tertentu dalam rangka menarik pergerakan satwa ke camera trap. Kemudian, memasang jerat di sekitar jalur jelajah satwa bersama pihak terkait.

“Tim di lapangan juga turut mendorong perusahaan untuk meningkatkan patroli dan pengawasan pada pusat-pusat aktivitas kerja. Selanjutnya, mengusulkan pihak perusahaan untuk merubah pola penempatan pondok kerja lapangan (mobile camp) menjadi lebih terpusat sehingga para pekerja bisa lebih terkontrol dan saling menjaga serta lebih menjamin keamanan dari serangan satwa liar,” kata Mahfud.

Upaya sosialisasi terkait mitigasi konflik juga dilakukan terhadap para pekerja dan pihak yang berada di sekitar lokasi serta mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan peran satgas penanganan konflik dan melakukan patroli secara mobil.

“Kami mengimbau semua pihak yang memiliki izin yang di dalamnya merupakan wilayah jelajah pergerakan harimau sumatera agar bisa menciptakan kondisi kerja yang bersahabat dan lebih antisipatif. Dengan peningkatan pengawasan melalui patroli baik pengawasan pekerjaan maupun aktivitas ilegal, seperti perburuan atau pemasangan jerat, melakukan himbauan kewaspadaan secara rutin, melakukan operasi sapu jerat, melakukan monitoring satwa liar secara rutin, dan melaporkannya,” pungkas Mahfud.

Laporan : Ph1
Editor : Redaksi
Bagikan berita ini melalui :