Lebih Dekat dengan Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat Memelihara Keberagaman dengan Hukum Adat di Atas Segalanya
Alid (Tengah) saat menghadiri acara puncak Hari Aksara Internasional (HAI) ke 53 Komunitas Adat Terpencil di Deli Serdang Sumatra Utara
SIAK, Petah.id - Di Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat hukum adat menjadi acuan paling penting dalam menata kehidupan bersosial di tengah-tengah keanekaragaman masyarakatnya.
Terletak di Provinsi Riau, Kabupaten Siak, Kamoung Adat itu meninggikan hukum adat di atas segalanya dibanding persoalan agama persoalan agama.
Ketua Kerapatan Adat, Alid (34), mengatakan hal itu merupakan warisan dari leluhurnya.
Ia bersama kepala suku lainnya merawat dan menjaga adat dan istiadat di kampung itu sedemikian rupa.
"Di Kampung Adat kami ini hukum adat itu tertulis dan sifatnya bukan imbauan tali tegas terhadap siapapun yang melanggar," kata Alid.
Misalnya, kata Alid, untuk persoalan kasus pemerkosaan, perselingkuhan, pelanggar akan diusir dari kampung.
" Dan ada denda adat 1 kesalahan akan dijatuhi 2 hektare tanah dan uang senilai Rp10 juta," tegas Alid.
Ditambahkannya, untuk kasus pencurian akan dihukum mencuci parit yang ada di Kampung Adat Asli Anak Rawa Penyengat.
" Setiap tanggal 1 kami rutin melaksanakan gotong royong membersihkan parit, tapi jika di luar tanggal 1 ada yang mencuci parit maka itu yang sedang berkasus," tambahnya dengan senyum.
Sementara itu, untuk kasus mempermalukan orang depan umum lanjut Alid, itu tidak boleh sembarangan. Kesalahan itu akan mendapat hukuman membeli baju dan dipasangkan di depan para pemangku adat.
"Bisa juga dengan kain potong/kain bahan dibungkus kain kuning," katanya.
"Saya saja mau meludah lihat-lihat orang dulu baru pelan-pelan meludah kebawah," tambahnya.
Sejujurnya, jelas Alid, terkadang perasaan manusiawinya hadir di tengah-tengah penerapan hukum adat yang diterapkan.
"Semuanya soal hukum adat ke saya, jadi terkadang sedih jika harus mengusir. Kemarin yang diusir datang ke rumah menangis dan mohon maaf, tapi namanya hukum adat harus kita tegakkan," kata Alid.
Tidak ada perbedaan dalam penerapan hukum adat di kampung itu. Semua diperlakukan sama di mata adat.
"Tanpa terkecuali, kita terapkan sama," tegasnya.
Sebagai suku tertua, kata Alid, Suku Anak Rawa punya sembilan batin. Batin itu sendiri memiliki arti pada masa dahulunya adalah Kepala Kampung Adat.
"Ada sembilan batin dahulunya di Suku Anak Rawa ini, semua makamnya ada, sehingga bisa merunutkan sejarahnya," jelas Alid.
Alid bercita-cita Ia bisa mewujudkan kampung adat ini menjadi kampung adat percontohan.
" Selain itu saya juga berharap hutan adat itu bisa terwujud agar dapat mensejahterakan masyarakat adat," pintanya.
" Baru saya bisa tenang menutup mata selamanya jika dua ini bisa terwujud semua," jelasnya.
Di Kampung itu, Alid merupakan sarjana pertama yang ada. Tekadnya untuk kembali kekampung kelahiranya tak lain untuk merawat dan mejaga adat yang sudah ada sejak leluhurnya.
" Setidaknya saya bisa menjadi inspirasi untuk yabg dibawah saya bahwa pendidikan bisa memajukan kampungnya," kata Alid.
Selain menjaga dan merawat adat istiadat, Alid juga mengajar bagi anak-anak serta orang tua yang masih buta huruf.
" Ada yang sudah berumur 70 tahun masih belajar membaca dan mengenal huruf," jelasnya.
Laporan : Ncuy
Editor : And
Bagikan berita ini melalui :