SIAK, Petah.id - Triyono (37) warga Kampung Koto Ringin, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau memang tidak seberuntung seperti warga lainnya dengan memiliki rumah layak huni sehingga dapat bercengkrama dengan anak dan istrinya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Memiliki luas rumah 4×4 meter, disitulah Triyono membesarkan dan membangun keluarga dengan istri dan 2 orang anak.
Dijalani dengan hati yang ikhlas, rumah itu terlihat bersih dan rapih, bahkan perkarangannya pun tampak tak ada sampah yang berserakan, ditambah lagi, Hermayanis (istri Triyono) juga rajin menanam bunga di pekarangan rumah. Berdinding papan dan terlihat banyak lubang disela-selanya menjadikan rumah itu kian sejuk apalagi dimalam hari, sebab angin dengan bebas keluar masuk apalagi nyamuk jika malam hari.
"Tidur tak cukup pakai kelambu,kami juga pakai anti nyamuk bakar,"kata Triyono senyum tersipu dengan menutupi wajah yang tampak letih bekerja.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Triyono bekerja sebagai tukang dodos di kebun sawit orang. Satu ton sawit dibayar dengan upah Rp200.000, tapi itu bukan untuk triyono sendiri, namun upah tersebut harus ia bagi dengan 2 orang temannya.
"Bekerja dengan 3 orang, jadi kalau dapat 1 ton, Rp200.000 kita bagi tiga,"tambahnya.
Dalam satu bulan, Triyono hanya bisa mendodos selama 12 hari, sisa harinya ia harus mencari kerja lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ceritanya, Triyono kadang mengambil upah nebas di kebun orang.
"Itupun kalau ada bang, tapi hidup harus dijalani, semoga allah selalu memberikan kesehatan biar bisa kerja dan anak bisa terus sekolah,"harapnya.
Fajar Sodiq (10) anak pertama dari Triyono dan Hermayanis kini duduk di bangku kelas 4 SD. Sementara adiknya, Jihan (6) dititipkan ke PAUD. Untuk sekolah, Fajar terbantu oleh Kartu Indonesia Pintar (KIP). Ia mendapat Rp450.000 setiap tahunnya.
"Kasihan anak-anak kalau sampai besar masih tinggal di sini. Saya mengajarkan anak anak untuk percaya diri dan semangat belajar. Dan saya ingin anak anak menghargai jerih payah orangtuanya,"jelasnya.
Televisi ini terpaksa dibelinya karena kasihan dengan anak anak yang mulai besar dan terpaksa ke rumah tetangga jika ingin menonton.
Rumah itu hanya ada ruang tamu, kamar dan dapur dan satu jendela. Di ruang tamu ada televisi dan kipas angin serta jam dinding.
“Tidak mudah mengumpulkan uang agar bisa membeli televisi, di tengah keperluan hidup yang semakin meningkat,” ungkap pendodos sawit di lahan warga ini.
Diceritakannya, untuk mendapatkan rumah layak huni, tempat tinggalnya itu beberapa kali sudah difoto bahkan didata oleh pihak pemerintahan desa, tapi tak kunjung mendapat bantuan tersebut.
"Sudah beberapa kali emang difoto, tapi belum tahu saya kapan itu realisasinya,"ungkapnya.
Lebih jauh dikatakan Triyono, listrik yang terpasang di rumahnya bantuan dari Badan Amil Zakat dua tahun lalu.
Dibelakang rumah, terdapat kamar mandi yang hanya terbungkua terpal biru, bahkan WC nya juga 3 meter dari kamar mandi itu juga terbungkus plastik hitam begitu saja. Kandang ayam berada di samping rumahnya. Meski berada di samping rumah, namun kandang ayam terlihat bersih dan tak berbau.
“Kami bersyukur masih punya tempat tinggal. Sebagai bentuk syukur kami, rumah mungil ini kami rawat dan bersihkan setiap hari. Tidak hanya bagian dalamnya saja tapi bagian luarnya juga,” ungkapnya.
"Ada orang yang dengan mudah menelan yang haram lantaran takut dengan kemiskinan, tapi kami biarlah bersusah payah menahan lapar dan dinginnya malam hanya untuk memakan yang halal,"tutup Triyono.
Bagikan berita ini melalui :