Kampar, Petah.id – Kepolisian Daerah (Polda) Riau menangkap seorang polisi yang diduga melakukan penyiksaan terhadap warga hingga tewas di Kacamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Oknum polisi bernama Bripka AS tersebut terancam dipecat dari profesinya dan bakal dijerat dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karibianto mengatakan tersangka menganiaya (menyiksa) seorang warga bernama Jamal. Praktik tersebut ia lakukan di sebuah perkebunan kelapa sawit, sehingga Jamal mengalami pendarahan di bagian kepala, lalu meninggal dunia setelah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru.
Kasus ini bermula pada Minggu (8/9/2024). Bripka AS dihubungi temannya Y yang meminta bantuan menemukan barang bukti yang diduga dicuri Jamal. Bripka AS kemudian bertemu Y dan empat rekan lainnya. Mereka berangkat menggunakan sepeda motor untuk mencari korban.
Begitu korban ditemukan, Bripka AS, Y dan keempat rekan mereka langsung menghajar korban di TKP. Setelah itu, korban dibawa ke kebun sawit. Di sana, korban kembali disiksa. Korban kemudian dibawa ke rumah neneknya dalam kondisi lemas. Para pelaku juga sempat mencari barang bukti yang diduga dicuri korban, namun tak ditemukan.
"Korban meninggal setelah diduga dianiaya oleh Bripka AS, Y, dan 4 warga lainnya yang belum diketahui inisialnya, yang saat ini masih dalam pencarian," kata Kabid Humas
Karena para pelaku tidak menemukan barang bukti yang dicuri, korban diserahkan ke klinik. Pihak klinik menyatakan tidak sanggup menangani korban hingga dirujuk ke Rumah Sakit Sansani lalu ke Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad. Keesokan harinya, korban dinyatakan meninggal dunia.
"Korban diserahkan ke dokter lalu ditinggal di rumah sakit, dari semua pelaku, hanya AS yang anggota Polri," kata Anom.
Keluarga korban yang tidak terima dan meminta rumah sakit melakukan visum dan melapor ke polisi. Dari hasil penyelidikan, satu pelaku berinisial Bripka AS, oknum anggota polisi yang bertugas di Yanma Polda Riau, ditangkap.
Anom menyebut tidak ada wewenang AS menjemput Jamal karena bukan tugasnya. AS juga tidak dilengkapi surat perintah penangkapan dan murni untuk urusan pribadinya dengan Y.
Sebagai informasi, apa yang dilakukan Bripka AS dalam kacamata Hak Asasi Manusia bukanlah sekedar penganiayaan. Tindakan tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai praktik penyiksaan sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.