Petah.id – Konflik di Pulau Rempang kembali terjadi Rabu Siang (18/9/2024). Masyarakat mendapat intimidasi serta sedikitnya 3 orang mengalami luka-luka akibat dianiaya belasan orang tidak dikenal (OTK). Peristiwa tersebut beredar luas melalui 4 video pendek yang direkam langsung oleh warga sekitar.
Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mengatakan ada tindakan intimidasi dan represi yang diterima oleh warga Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Menurut kronologi yang dibagikan, lokasi tindak kekerasan adalah di jalan masuk Kawasan Goba yang secara administratif terletak di Kampung Sungai Bulu. Warga yang berjaga di masjid didatangi oleh rombongan orang yang berdandan seperti preman, dengan didampingi petugas kepolisian.
Kelompok orang berpakaian preman itu kemudian memaksa masuk ke wilayah yang dijaga warga dan mengklaim bahwa kawasan tersebut adalah wilayah kerja mereka. Namun warga tetap bertahan dan berjaga, sehingga akhirnya mengalami intimidasi dan kekerasan.
Dokumentasi video dari warga setempat yang dihimpun Tim Advokasi menyorot ketegangan yang terjadi saat perwakilan dari kelompok orang berpakaian preman melancarkan aksi intimidatif dengan membentak ibu-ibu yang bertahan di lokasi.
Tercatat sebanyak tiga orang warga mengalami luka-luka dan belasan lainnya menjadi korban pemukulan. Salah satu korban mengalami luka di bagian pelipis akibat dipukul dengan helm dan seorang lagi wajahnya lebam setelah dipukul dengan kayu. Sedangkan korban lainnya, seorang perempuan, tangannya terkilir akibat ditarik secara paksa.
“Tindakan (dari) belasan orang berpakaian preman didampingi anggota kepolisian yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat Pulau Rempang ini masih terus terjadi. Sebelumnya warga juga mengalami teror dan alat peraga mereka yang menolak PSN Eco City Park dirusak,” demikian kutipan dari siaran pers Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang.
Menanggapi intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat Pulau Rempang yang mempertahankan wilayah mereka, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, mengatakan tindakan kekerasan dan intimidasi ini tidak hanya menunjukkan pemerintah gagal melindungi warganya, namun menunjukkan represi yang terus berlanjut terhadap masyarakat adat yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka dari ancaman pembangunan PSN.